Konsistensi Dalam Perawatan HIV- Hasil Studi dari Kolombia Menemukan Kaitan Ras dengan Kepatuhan Pasien Menjalani ART.

Sepanjang dekade terakhir, penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian HIV mengalami penurunan. Akan tetapi, penanganan HIV pada ras kulit hitam ternyata memiliki outcome tidak sebaik ras lainnya. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata ras kulit hitam kurang konsisten dalam menjalani pengobatan jika dibandingkan dengan ras kulit putih maupun ras hispanik. Para peneliti, dr. Sharoda Dasgupta, PhD, dkk mengumpulkan data 9824 orang penderita HIV dari tahun 2010 hingga tahun 2013 dari 11 negara bagian dan distrik Kolombia. Dari 9824 orang terdiagnosis HIV pada tahun 2010 yang hidup sampai bulan Desember tahun 2013, 54% ditemukan merupakan ras kulit hitam, 17% Hispanik, dan 24% ras kulit putih. Proporsi pasien yang kehilangan perawatan diantara waktu 3 tahun tersebut sebanyak 28% pada orang kulit hitam, 23% di Hispanik, dan 19% dalam putih. Ras kulit hitam memiliki proporsi 12% dari populasi Amerika Serikat tetapi menyumbang 44% dari diagnosis penderita yang baru mengalami HIV pada tahun 2014. Perempuan kulit hitam memiliki penurunan terbesar dalam diagnosis penderita yang baru mengalami HIV  (42% sejak tahun 2005, 25% sejak 2010), namun tingkat diagnosis HIV tahunan untuk perempuan kulit hitam tetap 18 kali lebih banyak daripada wanita kulit putih dan lima kali lebih banyak daripada wanita Hispanik / wanita Latino.

Konsistensi dalam menjalani pengobatan HIV sangatlah penting karena tingkat konsistensi sangat memngaruhi prognosis. Selain berkaitan dengan prognosis, CDC juga memperkirakan bahwa 90% dari penularan HIV terkait dengan orang yang telah terdiagnosis dengan HIV tetapi tidak konsisten dalam perawatannya (69%) dan orang yang telah menderita HIV tetapi belum terdiagnosa (23%). Diagnosis dini, konsistensi dalam menjalani perawatan, dan terapi antiretroviral yang baik tidak hanya meningkatkan kelangsungan hidup tetapi juga mengurangi penularan HIV. Pada populasi ras kulit hitam, hal seperti yang disebutkan di atas ternyata terhambat oleh adanya keterbatasan dalam asuransi kesehatan, akses terhadap pelayanan, sedikitnya tenaga kesehatan yang ada dan stigma positif terhadap HIV. Kolaborasi yang baik antara penyedia layanan kesehatan, oraganisasi berbasis masyarakat, departemen kesehatan lokal akan sangat mendukung dalam penanganan HIV sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah penularan

http://www.cdc.gov/mmwr/volumes/65/wr/mm6504a2.htm

http://www.medscape.com/viewarticle/858507#vp_2

 

Tinggalkan komentar